BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Makna sebuah tuturan tidak hanya
dapat ditentukan dengan faktor-faktor lingual yang membentuk tuturan itu,
tetapi juga dapat ditentukan dengan faktor-faktor nonlingual. Penentuan makna
sebuah tuturan berdasarkan faktor lingual dapat dikaji dari bentuk-bentuk
lingual yang membentuknya. Namun, penentuan makna sebuah tuturan berdasarkan
faktor nonlingual biasa sangat bervariasi tergantung pada situasi tutur yang
melandasinya.
Pragmatik
merupakan salah satu objeknya, pragmatik mengkaji maksud dari penutur (speaker meaning). Pragmatik menelaah mengenai hubungan
tanda-tanda dengan penafsir atau dengan kata lain pragmatik merupakan studi
tentang hubungan antara tanda dan penafsirnya. Charles Morris (dalam Mey, 1993:
35) menjelaskan bahwa pragmatik dan semantik berurusan dengan makna, tetapi
perbedaannya terletak pada perbedaan penggunaan verb to mean. Lazimnya semantik memperlakukan makna sebagai suatu
hubungan yang melibatkan dua segi (dyadic), what
does X mean?, sedangkan pragmatik memperlakukan makna sebagai suatu
hubungan yang melibatkan tiga segi (triadic), what did you mean by X ?
Dengan
demikian, dalam pragmatik makna diberi definisi dalam hubungannya dengan penutur atau pemakai bahasa, sedangkan
dalam semantik, makna didefinisikan semata-mata sebagai ciri-ciri
ungkapan-ungkapan dalam suatu bahasa tertentu, terpisah dari situasi, penutur
dan mitra tuturnya. Lebih lanjut Leech (1993 : 8) mengatakan bahwa pragmatik
adalah studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar (speech situation).
Banyak
ahli seperti Levinson (1983 : 9) dan Bambang Kaswanti Purwo (1990 : 17)
mengatakan bahwa lingkup objek kajian pragmatik mencakup deiksis, presuposisi,
tindak tutur, implikatur percakapan, dan struktur percakapan. Makalah ini tidak
akan membicarakan lingkup pragmatik secara keseluruhan tetapi pada presuposisi
atau praanggapan dan entailmen.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah yang telah diuraikan, dapat dirumuskan masalah-masalah yang
akan dibahas pada penulisan kali ini. Masalah yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
1.
Apa yang dimaksud dengan presuposisi?
2.
Apa saja tipe-tipe presuposisi?
3.
Apa yang dimaksud persoalan proyeksi?
4.
Apa yang dimaksud dengan entailmen?
1.3 Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan presuposisi.
2. Untuk
mengetahui tipe-tipe presuposisi.
3. Untuk mengetahui tentang
persoalan proyeksi.
4. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud entailmen.
1.4 Manfaat
Penulisan
Manfaat yang diperoleh
dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.
Menambah pengetahuan kita
tentang presuposisi
2.
Kita menjadi tahu apa
saja tipe-tipe prsuposisi.
3.
Kita menjadi tahu tentang persoalan
proyeksi.
4.
Kita menjadi
tahu tentang entailmen.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Presuposisi
Presuposisi
atau sering juga disebut praanggapan. Sebuah tuturan dapat dikatakan
mempresuposisikan atau mempraanggapkan tuturan lainnya, apabila ketidakbenaran
tuturan yang dipraanggapkan itu mengakibatkan kebenaran atau ketidakbenaran
tuturan tidak dapat dikatakan sama sekali.
Contoh
: Mahasiswi terpandai dikelas itu cantik sekali.
Contoh
di atas mempraanggapkan atau mempresuposisikan adanya seorang mahasiswi yang
benar-benar pandai di kelas tertantu.
Apabila pada kenyataannya memang ada mahasiswi yang sangat pandai di kelas itu
maka tuturan di atas dapat dinilai benar atau salahnya. Sebaliknya, apabila di kelas
itu tidak ada sama sekali mahasiswi yang sangat pandai, tuturan tersebut tidak
dapat ditentukan benar atau salahnya sama sekali.
Perhatikan
pula contoh berikut:
Novel
Habibie dan Ainun sangat laris di toko-toko buku di seluruh Indonesia.
Kalimat
di atas mempresuposisikan bahwa memang ada novel yang berjudul itu di toko-toko
buku diseluruh Indonesia. Jika memang demikian adanya maka kebenaran preposisi
yang dipraanggapkan atau dipresuposisikan tersebut bisa dipertanggungjawabkan.
Sebaliknya jika tidak ada novel tersebut kebenaran presuposisi yang
dipraanggapkan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Contoh
lain dari presuposisi atau praanggapan juga terlihat dari contoh di bawah ini:
Kalau kamu sudah sampai Banjarmasin,
tolong aku diberi kabar. Jangan sampai lupa! Aku tidak bukan hari libur.
Contoh di atas tidak semata-mata dimaksudkan
untuk memberi tahu sang mitra tutur bahwa dia harus melakukan sesuatu yang
dimaksudkan dalam tuturan tersebut, melainkan lebih dari itu, terdapat suatu
hal yang tersirat dan harus dilakukan. Misalnya saja, tindakan mencari nomor telepon dari si
penutur.
2.2
Tipe-Tipe
Presuposisi
Praanggapan
(presuposisi) sudah diasosiasikan dengan pemakaian sejumlah besar kata, frasa,
dan struktur (Yule, 2006:46). Selanjutnya Gorge Yule mengklasifikasikan
praanggapan ke dalam 6 jenis praanggapan, yaitu presuposisi eksistensial,
presuposisi faktif, presuposisi non-faktif, presuposisi leksikal, presuposisi
struktural, dan presuposisi konterfaktual.
- Presuposisi
Esistensial
Presuposisi
(praanggapan) eksistensial adalah preaanggapan yang menunjukkan eksistensi/
keberadaan/ jati diri referen yang diungkapkan dengan kata yang definit.
·
Orang itu berjalan.
Ada orang
berjalan.
2. Presuposisi Faktif
Presuposisi
(praanggapan) faktif adalah praanggapan di mana informasi yang dipraanggapkan
mengikuti kata kerja dapat dianggap sebagai suatu kenyataan.
1.
Dia tidak menyadari bahwa ia sakit.
Dia sakit.
2.
Kami menyesal mengatakan kepadanya.
Kami
mengatakan kepadanya.
3. Presuposisi
Leksikal
Presuposisi
(praanggapan) leksikal dipahami sebagai bentuk praanggapan di mana makna yang
dinyatakan secara konvensional ditafsirkan dengan praanggapan bahwa suatu makna
lain (yang tidak dinyatakan) dipahami.
1.
Dia berhenti merokok.
Dulu dia
biasa merokok.
2.
Mereka mulai mengeluh.
Sebelumnya
mereka tidak mengeluh.
4. Presuposisi Non-faktif
Presuposisi
(praanggapan) non-faktif adalah suatu praanggapan yang diasumsikan tidak benar.
1.
Saya membayangkan bahwa saya kaya.
Saya tidak
kaya.
2.
Saya membayangkan berada di Hawai.
Saya tidak
berada di Hawai.
5. Presuposisi Struktural
Presuposisi
(praanggapan) struktural mengacu pada sturktur kalimat-kalimat tertentu telah
dianalisis sebagai praanggapan secara tetap dan konvensional bahwa bagian
struktur itu sudah diasumsikan kebenarannya. Hal ini tampak dalam kalimat
tanya, secara konvensional diinterpretasikan dengan kata tanya (kapan dan di
mana) seudah diketahui sebagai masalah.
1.
Di mana Anda membeli sepeda itu?
Anda membeli
sepeda.
2.
Kapan dia pergi?
Dia pergi.
6. Presuposisi konterfaktual
Presuposisi
(praanggapan) konterfaktual berarti bahwa yang di praanggapkan tidak hanya
tidak benar, tetapi juga merupakan kebalikan (lawan) dari benar atau bertolak
belakang dengan kenyataan.
·
Seandainya
·
Andaikan
2.3 Persoalan Proyeksi
Makna
beberapa presuposisi (sebagai bagian-bagian) tidak dapat bertahan terus menjadi
makna beberapa kalimat kompleks (secara keseluruhan) disebut persoalan proyeksi.
Contohnya:
a.
Tak seorang pun sadar Lili lapar. (= p)
b.
Lili lapar. (= q)
c.
p>>q (pada poin
ini, penutur yang mengujarkan [a] mempresuposisikan [b].
d.
Saya membayangkan bahwa Lili lapar. (= r)
e.
Lili tidak lapar. (bukan q)
f.
r>>bukan
q
(pada poin ini,
penutur yang mengujarkan [d] mempresuposisikan [e], kebalikan dari [b].
g.
Saya membayangkan bahwa Lili lapar
dan tak seorang pun menyadari bahwa dia lapar. (= r&p)
h.
r&p>>bukan
q
(pada poin
ini, setelah penggabungan r&p,
presuposisi q tidak lagi dianggap
benar).
2.4 Entailmen
Entailmen
dalam hubungan antara tuturan dengan maksudnya bersifat mutlak atau menjadi
keharusan. Tuturan yang berbunyi Eli hamil muda, mengindikasikan bahwa wanita
yang bernama Eli sudah pernah berhubungan sebadan
dengan seorang pria tertentu sehingga dia sekarang dalam keadaan hamil muda. Tuturan
yang berbunyi ian anak desa yang sangat rajin itu menjadi dokter, menunjukkan
bahwa anak yang berasal dari desa itu pernah mengenyam pendidikan di
universitas tertentu pada sebuah Fakultas Kedokteran. Dengan demikian, jelas
bahwa hubungan antara tuturan dan maksud tuturan pada entailment bersifat
mutlak dan harus ada. Jadi tuturan seperti si Emilia seorang janda kembang di
desaku, menunjukkan dengan sesungguhnya, dan dengan tidak dapat disangka-sangka
lagi, sosok wanita yang bernama Emilia sudah pernah menjadi seorang istri,
karena sekarang berstatus janda, dan karena sebab yang sangat tertentu status
keistriaannya itu hilang dan yang melekat pada dirinya sekarang adalah status
kejandaan. Kenyataan seperti itulah yang didalam ilmu bahasa pragmatik disebut
dengan entailment, atau banyak orang sering menerjemahkannya secara kasar dan
cenderung kurang tepat sebagai sosok ikutan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
·
Sebuah tuturan dapat
dikatakan mempresuposisikan atau mempra-anggapkan
tuturan lainnya, apabila ketidakbenaran tuturan yang dipraanggapkan itu
mengakibatkan kebenaran atau ketidakbenaran tutu-ran tidak dapat dikatakan sama sekali.
·
Gorge Yule mengklasifikasikan
praanggapan ke dalam 6 jenis pra-anggapan,
yaitu presuposisi eksistensial, presuposisi faktif, presuposisi
non-faktif, presuposisi leksikal, presuposisi struktural, dan presuposisi
konterfaktual.
·
Makna beberapa presuposisi (sebagai
bagian-bagian) tidak dapat bertahan terus menjadi makna beberapa kalimat
kompleks (secara keseluruhan) disebut persoalan proyeksi
·
Entailment dalam hubungan antara
tuturan dengan maksudnya bersifat mutlak atau menjadi keharusan.
3.2 Saran
Kepada para pembaca disarankan agar lebih banyak
membaca buku yang berkaitan dengan presuposisi
dan entailmen agar lebih memahami tentang pragmatik.
DAFTAR PUSTAKA
Rahardi, Kunjana. 2003. Berkenalan dengan Ilmu Bahasa Pragmatik. Malang: Penerbit Dioma.
Wijana, I Dewa Putu dan Muhammad Rohmadi. 2010. Analisis
Wacana Pragmatik: Kajian Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka.
Yule, George. 1998. Pragmatik. Terjemahan
Jumadi. 2006. Banjarmasin: PBS FKIP Universitas Lambung Mangkurat.
Yule, George. 1996.Pragmatik. Terjemahan Indah Fajar Wahyuni. 2006. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.