SASTRA
BANDINGAN NUSANTARA
Sastra, sebagai bagian dari kebudayaan,
ditentukan antara lain oleh geografi dan sumber daya alam. Berdasarkan kedua
hal itulah kita menyususn masyarakat dan menentukan tata lain. Dalam karya
sastra semua hal tersebut dicatat dan ditanggapi secara kreatif. Berbagai
dongeng yang diciptakan nenek moyang kita, yang sampai kini masih ada sisanya
dalam kenangan kita, perlu dibanding-bandingkan agar kita mendapat gambaran
yang lebih jelas mengenai persamaan dan perbedaan antara kita.
Dalam sebuah makalah, A. Ikram (1990)
menawarkan studi perbandingan yang didasarkan pada sastra-sastra yang
berkembang di Nusantara. Ia membuat pengelompokkan masalah berdasarkan
konsep-konsep yang telah ditawarkan oleh Clement (1978), yaitu: (a) genre dan
bentuk, (b) periode, aliran, dan pengaruh, serta (c) tema dan mitos.
Beberapa genre
yang berkembang di Indonesia bisa kita jumpai di mana-mana. Namun, terutama
karena adanya berbagai jenis pengaruh, tradisi sastra kita memiliki kekayaan genre yang tidak dimiliki oleh banyak
bangsa. Seperti: genre wiracarita dalam bentuk syair, kidung, kakawin, hikayat,
berbagai jenis teater rakyat, dan pelipur lara.
Sastra bandingan menggarisbawahi pentingnya
penggunaan bahasa asli, karenanya seorang yang melalakukan studi perbandingan
antara kakaawin dan hikayat harus menguasai dua bahasa sebaik-baiknya. Kakawin
ditulis dalam bahasa Jawa Kuna, sedangkan hikayat dalam bahasa Melayu. Ini bisa
dipermudah dengan menggunakan terjemahan, tetapi harus diingat bahwa hanya
terjemahan yang teliti dan setia kepada aslinyalah yang bisa dipergunakan
sebagai bahan bandingan.
Menurut Ikram (1990: 8), genre yang juga
digemari di Indonesia adalah sastra didaktik. Ia mengatakan bahwa sifat
didaktik ini memang sulit dihindari dalam sastra tradisional karena oleh
masyarakat masih dianggap sebagai intipati segala sastra dan kita temukan dalam
berbagai bentuk. Syair, hikayat, cerita berbingkai, kidung, sastra tanya-jawab,
cerita binatang; semua digunakan sebagai wahana untuk membawa nasihat. Bentuk
untuk menyampaikan sastra didaktik tentu tidak harus menggunakan binatang
sebagai tokohnya dan juga tidak harus berupa prosa. Salah satu karya sastra
didaktik penting yang ditulis dalam bahasa Melayu adalah Gurindan 12 karya Raja Ali Haji.
Sastra sejarah juga merupakan genre yang ada di mana-mana. Kebudayaan
Melayu telah menghasilkan Sejarah Melayu,
kitab yang diaanggap begitu penting oleh sementara orang Melayu sehingga
dianggap sebagai catatan sejarah yang otentik dan karenanya sering dilupakan
sisi fiksinya. Kebudayaan Jawa telah menghasilkan juga sejumlah besar babad yang oleh sementara orang Jawa juga dianggap
sebagai sejarah. Sastra sejarah dihasilkan oleh semua masyarakat yang pernah
memiliki kerajaan sebab salah satu fungsinya adalah untuk mencatat apa yang
telah dilakukan suatu dinasti dalam menciptakan kerajaan yang dipimpinnya.
Genre lain yang selalu ada dalam semua
kebudayaan adalah mantra, yang di Indonesia dimiliki oleh semua suku bangsa.
Mantra adalah genre tradisi lisan yang bisa dipergunakan sebagai wahana untuk
mencapai berbagai jenis maksud dan tujuan. Setiap masyarakat menciptakan mantra
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam sastra bandingan, mantra merupakan
sumber penelitian yang sangat subur sebab genre itu kedapatan di manapun dan
kapanpun, tidak hanya di Indonesia dan tidak hanya dalam tradisi lisan.
Bentuk lain yang juga menarik untuk
dibandingkan adalah pantun. Di Jawa, pantun disebut parikan. Kalau di kebudayaan Melayu, pantun bisa dipergunakan
sebagai bentuk sastra yang “resmi” dalam berbagai kegiatan sosial. Di Jawa, parikan umumnya dikenal sebagai bentuk
untuk menyampaikan hal-hal yang lebih cenderung ke hiburan dan bukan dakwah.
Dalam tradisi pantun Melayu, kita mengenal pantun agama, pantun adat, pantun
orang tua yang khusus dipergunakan sebagai saran untuk mendidik masyarakat. Parikan di Jawa antara lain dipergunakan
dalam teater tradisional, seperti ludruk, umumnya mengandung ungkapan ringan
yang berfungsi sebagai hiburan.
Penelitian mengenai genre bisa bertumpang
tindih dengan penelitian mengenai pengaruh yang dalam artinya yang luas
mencakup juga perubahan bentuk, saduran, dan terjemahan. Ikram menunjukkan
bahwa cerita Amir Hamzah dalam bahasa aslinya, yakni bahasa Arab telah
mengalami perubahan bentuk yang sangat jauh dalam sastra-satra Bugis, Sasak,
Melayu, dan Jawa.
Studi mengenai tema dan mitos bisa erat sekali
katannya. Contoh penting yang harus disebut adalah kisah yang berdasarkan
konsep Kompleks Oedipus. Kisah yang mengungkapkan hubungan asmara antara ibu
dan anak itu mencul dalam banyak kebudayaan, di Indonesia kita bisa menemuinya
dalam kisah Sangkuriang di Sunda dan kisah Prabu Watugunung di Jawa.
Kesusastraan kita telah mengolahnya menjadi suatu hasil budaya yang sama sekali
berbeda dengan yang didapati di dalam kesusastraan Yunani.
matur nuwuun,,, susah nyarinya mbak... makasih banyak :3
ReplyDelete